Sejarah Kandanghaur merupakan sejarah misteri,
sangat jarang yang mengetahui keberadaan tempat yang mengandung nama
besar itu. Calon sebutan untuk Kabupaten, pernah menjadi nama tempat
para Wedana bergantian membantu Bupati dan sampai sekarang menjadi nama
salah satu kecamatan di Kabupaten Indramayu.
Alkisah,
hampir di ujung selatan Indramayu terdapat sebuah perkampungan yang
sangat unik. Di sekelilingnya ditanami bambu (Sunda : haur) ori yang
sangat lebat yang menutup rapat lokasi itu, meng-kandang-nya dari dunia
luar dengan duri tajamnya. Hanya melalui satu pintu gerbang yang dijaga
ketat para penghuni yang terdiri dari para jawara, orang boleh berlalu
lalang. Tamu tak diundang sangat dipantang, seorang ksatria pun akan
lenyap ditelan bumi bila kedatangannya tidak dikehendaki.
Kehebatan mereka yang diiringi sifat isolasi bukan hanya membuat iri
penduduk sekaitarnya tetapi juga juga berulangkali merepotkan para
prajurit kulit putih yang selalu bertindak “Atas Nama Ratu” untuk
menguasai negeri ini. Berbagai tindakan, mulai jalan damai sampai
penyerangan selalu membuahkan kekecewaan. Kandanghaur tidak pernah dapat
ditembus sama sekali apalagi tertaklukan. Mereka harus mengakui bahwa
kekuatan onak dan duri jauh lebih hebat daripada benteng-benteng beton
yang pernah mereka buat.
Sadar bahwa upaya yang dilakukan selalu menemui kegagalan, Belanda
memutar otak. Tidak lagi melalui perang senjata ataupun kata-kata tetapi
berubah gaya seakan menjadi Santa Claus. Mereka membagi-bagikan
kepingan uang emas kepada anak-anak Kandanghaur yang sedang main di luar
pagar. Kilau gulden yang semula ditampik para jawara menjadi benda
menarik bagi anak-anaknya.
Hal ini terus berlangsung sampai mereka tumbuh dewasa, ketika para
orangtua sebagian telah menyerahkan tongkat kekuatan kepada penerusnya.
Saat itu mereka sadar bahwa emas bukan sekedar mainan belaka tetapi
menjadi sarana untuk mencapai segala yang diinginkan. Tanpa sadar,
ketergantungan terhadap uang mulai merasuk dalam jiwa.
Mengetahui hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun mulai
menampakkan hasil, prajurit Belanda merancang strategi lanjutan. Gulden
bukan lagi dibagi-bagikan dari tangan ke tangan tetapi di-sawer-kan,
dilempar jauh menembus onak dan duri pagar bambu. Koin-koin emas
berselipan diantara batang bambu yang sangat sulit ditembus manusia.
Wong Londo memang cerdas. Keinginan memiliki gulden membuat penghuni
kampung ber-kandang haur ini nekad, dengan menggunakan golok, parang dan
wadung. Bambu ori satu-persatu dibereskan. Dilumatkan dengan tanah
sampai akhirnya mereka mendapatkan uang emas yang diharapkan.
Perkampungan itu lambat laun tidak lagi dikurung bambu, menjadi terbuka
dengan dunia luar seperti halnya para penghuni kampung tetangganya.
Pucuk dicinta, ulam tiba, di saat itulah Belanda melampiaskan dendam
kesumatnya. Jawara Kandanghaur tidak lagi punya perlindungan kuat,
benteng pertahanan telah jebol. Berbagai sisi yang telah terbuka dengan
dimanfaatkan penjajah dengan sebaik-baiknya. Kejayaan dan kesatriaan Ki
Geden Kandanghaur amblas terkubur nafsu angkara anak-cucunya sendiri.
Sejak itulah mereka berpencar, sebagian tetap di tempat dan yang lain
hidup dalam kesuksesan merantau di pinggiran laut bergabung dengan para
keturunan Nyi Ageng Parean.
Kandanghaur sendiri sampai sekarang tinggallah sebuah nama besar,
yang tidak akan pernah mudah ditemui kecuali oleh mereka masih mau
menyempatkan diri untuk menelusuri perkampungan di Desa Sukaslamet.
SEJARAH KANDANGHAUR
Author: Unknown /
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Posting Komentar