MONUMEN KRESEK

Author: Unknown /


Monumen Kresek
, adalah monumen bersejarah yang merupakan peninggalan dan sebagai saksi atas Peristiwa Mediun Lokasi peninggalan sejarah dengan luas 2 hektar ini, berada 8 km ke arah timur dari kota Madiun dan terdiri dari monumen dan relief peninggalan sejarah tentang keganasan PKI pada tahun 1948 di Madiun. Adapun fasilitas wisata yang ada di tempat ini, antara lain,pendopo tempat istirahat, taman tanaman langka dan dilengkapi pula areal parkir.
Didekat monumen ini juga terdapat prasasti batu yang mengukir nama nama prajurit TNI dan pamong desa yang gugur dalam pertempuran melawan PKI di desa kresek maupun karena dibantai oleh PKI. Kol. Marhadi adalah prajurit TNI berpangkat tertinggi yang gugur dalam pertempuran desa kresek, namanya lalu diabadikan menjadi salah satu nama jalan di kota madiun dan didirikan pula patungnya di alun alun kota madiun sebagai bentuk penghormatan.menurut warga setempat area monumen kresek dahulu adalah bekas rumah warga yang dijadikan PKI sebagai ajang pembantaian, warga sekitar dikurung di dalam rumah tersebut lalu rumah tersebut tersebut dibakar bersama warga yang ada di dalamnya. Di sebelah utara monumen kresek terdapat monumen kecil yang terbuat dari batu kali yang mengukir nama-nama prajurit TNI dan para pamong desa yang dibantai oleh PKI.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNvQAN6oXJZGpY5bPvVdinnIh8Xdn-i0bkWWgs8sQ5NgtRQkX_lSlgcXfJkyHlPGyYUtXh5Xnw0CuSJN_2LjhvBd4X2Bg1QJ9NJi67PxE-qzJNjjCnJRhYnrxC4617OMDOWvRvwHyoVgA/s320/IMG_3047.JPG
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3dg96mbbYTXpL5-3-3iZ9ICQgfzSzc_netQOiPYdSIriNNEFD3sshVlmhrU0p_GpVzCml23UFu81TrlPkdJ-rHzM3OdBXrR5e1P9Y6RmMTbS7ypEHP7wAOO2ZCdlT4DKpLKymibbHThuZ/s320/IMG_3087.JPG
http://images.detik.com/content/2010/10/06/1001/detik_DSC01223.JPG
Monumen yang terletak di kabupaten Madiun ini memang menjadi saksi bisu tragedi G 30 S PKI di Madiun, sebagai salah satu kota yang menjadi pusat PKI. Berbagai tragedi pernah terjadi di sini, mulai dari pembantaian, kemudian penguburan di sebuah sumur ( seperti lubang buaya ) namun saat ini tempat tersebut sudah berubah pemandangannya menjadi sebuah kunjungan wisata sejarah yang sangat bermanfaat bagi siapa pun.

PERISTIWA G30S/PKI

Author: Unknown /

Gerakan 30 September/PKI


“Pantaskah Soeharto Diampuni?”, Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di tahun 1965, di Indonesia hanya ada satu Jendral dan dia adalah Mayjen TNI Soeharto. Menurut ahli sejarah itu juga termakan image yang sengaja dibuat Soeharto bahwa dia adalah orang yang paling berjasa atas dibubarkannya Partai yang kini dianggap sebagai partai terlarang di negeri kita.

Soeharto adalah seorang prajurit TNI berpangkat cukup tinggi dan juga memegang salah satu jabatan penting dalam jajaran TNI sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Pada masa kepemimpinan Ir. Soekarno, Soeharto adalah seorang perwira tinggi yang tidak terlalu diperhitungkan. Itu juga menjadi penyebab tidak terteranya nama Soeharto dalam daftar 7 jendral yang menjadi target pembunuhan dalam pemberontakan PKI.

7 Jendral yang menjadi target operasi PKI:
1..Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani,
2.Letjen TNI Anumerta MT Haryono,
3.Letjen TNI Anumerta S Parman,
4.Letjen TNI Anumerta Suprapto,
5.Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo,
6.Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan,
7.Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean

Apa mungkin Soekarno lupa pada jasa Soeharto yang menjadi arsitek Serangan Umum 1 Maret atas Kota Yogya yang berhasil menguasai Kota Yogya selama 6 jam yang kala itu dikuasai oleh Belanda? Ataukah Soekarno mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.



Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama Soeharto.

“Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.

Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.

Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.

PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.

Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.
Para pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka lakukan. Sedikitpun mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena memang Soeharto kala itu bukan siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah seorang prajurit TNI berpangkat tinggi yang tidak diperhitungkan dan tidak penting sama sekali.

Disisi lain, Soeharto sendiri juga mengetahui tentang adanya resolusi Dewan Jendral dan mengetahui bahwa PKI akan melancarkan aksi untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam. Soeharto juga memiliki kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto sebenarnya adalah agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di kancah percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI melakukan aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang memegang jabatan penting di negara. Dengan demikian akan semakin berkurang saingan bagi Soeharto untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan lebih penting dari sekedar panglima Kostrad.

Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.

Fakta Dibalik G30S/PKI:
Pagi harinya, Soeharto yang telah mengetahui hal ini mendapat laporan dari beberapa ajudan jendral yang telah diculik. Soeharto hanya tersenyum dalam hati karena telah mengetahui bahwa semua ini akan terjadi. Ambisinya untuk menguasai negeri dengan pangkat dan jabatan yang dia miliki hanya tinggal selangkah lagi.

Tahukah anda apa sebenarnya yang telah direncanakan Soeharto sebelumnya yang disimpannya baik-baik dalam benaknya? Dia biarkan PKI membunuh ketujuh Jendral tersebut, lalu memfitnah PKI telah melakukan kudeta terhadap Soekarno sehingga orang-orang PKI yang mengetahui fakta sejarah dapat dengan mudah disingkirkan dengan cara difitnah. Doktrin yang dilontarkan Soeharto adalah bahwa PKI akan melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Soekarno. Mungkinkah PKI akan menggulingkan pendukung terkuatnya? Tidak masuk akal. Ingat PKI dan Soekarno saling mendukung, apa mungkin PKI melakukan hal itu?

Pagi harinya Soeharto bergerak cepat dan melangkahi tugas beberapa orang jendral atasannya dengan memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara tanpa meminta restu dari Presiden. Di buku sejarahku waktu SD ditulis, “Mayjen TNI Soeharto dengan tangkas memegang tampuk pimpinan TNI yang lowong sepeninggal A Yani.” Kalau bisa dan boleh aku ingin mengedit tulisan di buku sejarahku dengan kata-kata, “dengan lancang Soeharto memegang tampuk pimpinan TNI.” Masih banyak orang yang harusnya dimintai restu oleh Soeharto atas inisiatifnya memegang tampuk pimpinan TNI.

Lalu dengan mudah Soeharto yang telah mengetahui semua seluk beluk aksi PKI ini menumpas PKI. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, para pelaku pemberontakan PKI ditangkap dan sebagian lagi kabarnya melarikan diri ke luar negeri. Lalu Soeharto menyebarkan doktrin bahwa PKI telah melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Padahal PKI bermaksud menggagalkan kudeta yang akan dilancarkan oleh para jendral tersebut. PKI dijadikan kambing hitam oleh Soeharto atas apa yang memang diinginkannya. Satu langkah Soeharto untuk menguasai negeri ini berhasil.

Penguasaan Kembali Gedung RRI Pusat:
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusat Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”.

Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran kabinet.

Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali gedung vital itu.

Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S

Penangkapan DN Aidit 22 November 1965:
Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI.

Tanggal 2 Oktober 1965 ia berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari Yogyakarta ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solo untuk menghindari operasi pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD. Tempat persembunyiannya yang terakhir di sebuah rumah di kampung Sambeng Gede. Daerah ini merupakan basis Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), organisasi massa yang bernaung dibawah PKI. Melalui operasi intelijen, tempat persembunyian D.N. Aidit dapat diketahui oleh ABRI.

Tengah malam tanggal 22 November 1965 pukul 01.30 rumah tersebut digrebek dan digeledah oleh anggota Komando Pelaksanaan Kuasa Perang (Pekuper) Surakarta. Penangkapan hampir gagal ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N. Aidit telah meninggalkan rumahnya. Kecurigaan timbul setelah anggota Pekuper menemukan sandal yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya seseorang yang lain di dalam rumah itu. Penggeledahan dilanjutkan. Dua orang Pekuper menemukan D.N. Aidit yang bersembunyi di balik lemari. Ia langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas Pekuper Surakarta di Loji Gandrung, Solo.

Supersemar:
Suasana negara saat itu benar-benar memburuk. Negara yang masih muda ini serasa berasa di titik paling bawah dari keterpurukannya. Perekonomian anjlok, harga bahan pangan menjulang, bahan pangan susah didapat dimana-mana, kerusuhan pecah di seluruh wilayah negeri ini. Beberapa elemen masyarakat melakukan aksi yang berbuntut dengan dicetuskannya Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah:

1. Bubarkan PKI
2. Turunkan Harga
3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI

Aksi beberapa elemen masyarakat ini di awali dengan aksi yang digelar oleh mahasiswa yang menamakan dirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Gerakan mahasiswa ini juga diikuti oleh elemen masyarakat lain seperti Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.Aksi-aksi inilah yang kemudian memicu pecahnya revolusi di negara ini. Semakin lama situasi negara semakin memburuk.

Situasi ini akhirnya yang memaksa tiga orang Jendral yaitu Letjen (yang baru naik pangkatnya) Soeharto, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen M Yusuf untuk menemui presiden dan memaksa presiden agar segera memenuhi tuntutan rakyat. Tritura harus dipenuhi jika presiden ingin mengembalikan situasi negara ke arah yang kondusif.

Soekarno menolak memenuhi tuntutan rakyat. Soekarno tahu bahwa ini semua hanya kerjaan Soeharto yang memfitnah PKI sebagai pemberontak. Soekarno tahu betul, tidak mungkin PKI berkeinginan untuk menggulingkannya namun Soekarno tidak memiliki bukti yang otentik atas pernyataannya tersebut. Soekarno tahu bahwa aksi yang dilakukan oleh PKI dengan nama G 30 S PKI hanya bertujuan untuk menumpas rencana kudeta militer yang akan dilakukan oleh sekelompok perwira tinggi yang menamakan dirinya Dewan Jendral.

Setelah gagal untuk memaksa presiden memenuhi tuntutan rakyat, ketiga jendral tersebut berinisiatif membuat sebuah surat perintah atas nama presiden. Isi surat perintah yang diberi nama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini hanya diketahui oleh hanya 4 orang, ketiga jendral tersebut dan Soekarno, namun karena tiga diantaranya kini telah meninggal dunia, maka kini hanya tertinggal satu lagi saksi sejarah yaitu Soeharto. Sayang, Soeharto pun tidak ingin rakyat Indonesia tahu apa isinya, maka dia lenyapkan supersemar yang asli dan buat sebuah surat perintah yang palsu seperti yang kita tahu belakangan ini.

Teks Supersemar yang palsu, sedangkan yang asli, hingga kini tidak ditemukan bangkainya Supersemar yang telah rampung dibuat diserahkan kepada Soekarno untuk ditandatangani, namun Soekarno menolak untuk menandatanganinya. Soekarno tidak mau membubarkan PKI namun juga tidak mempunyai alasan yang kuat atas kehendaknya tidak ingin membubarkan PKI. Sementara rakyat telah didoktrin oleh Soeharto bahwa PKI telah melakukan pengkhiatan terhadap negara dan ingin menguasai negara ini dan menjadikannya negara berfaham Komunis.

Menurut pengakuan dari seorang kakek tua tak lama setelah Soeharto lengser, bahwa dulu ia bekerja di Istana Merdeka. Tugasnya adalah mengantarkan minuman buat presiden. Pada saat ketiga jenderal itu sedang berada di ruang kerja presiden, sang kakek memasuki ruangan dengan maksud ingin mengantarkan minuman bagi presiden dan ketiga tamunya. Terkejutlah ia saat melihat presiden sedang menandatangani sebuah surat yang diyakininya sebagai supersemar di bawah todongan Pistol.

Pada saat sang kakek mengungkapkan kisah ini, Jendral M Yusuf masih hidup, maka ia diwawancarai oleh kru TV sehubungan dengan pernyataan sang kakek. Karena M Yusuf berada pada posisi netral maka ia yang diwawancarai. Tapi sayang, saya sangat yakin bahwa fakta yang diungkapkan sang kekek benar adanya, tapi demi menyelamatkan sejarah yang sudah terputar balik dan tak mungkin diubah lagi, maka Jenderal M Yusuf membantah bahwa presiden menandatangani supersemar di bawah todongan pistol. Tapi saya yakin dan sangat percaya, Jendral M Yusuf yang kala itu sudah pensiun membantah hal itu karena ia sadar, jika ia bongkar rahasia ini, maka terbongkarlah semua fakta sejarah dan Indonesia kembali terombang ambing dalam keraguan. Mana yang benar? Sejarah versi Soeharto atau M Yusuf.

Akhirnya supersemar ditandatangani oleh Soekarno, namun supersemar tidak ditujukan kepada Soeharto. Hal ini membuat Soeharto panas, entah dengan cara apa, Soeharto berhasil melenyapkan surat itu dan membuat pernyataan palsu dengan mengatakan bahwa supersemar ditujukan kepadanya untuk memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara dan mengembalikan stabilitas nasional.

Dua langkah Soeharto berhasil. Maka berpedoman pada surat perintah palsu yang dibuat oleh Soeharto sendiri, ia mulai bergerak dan membubarkan PKI serta antek-anteknya. Sebagian besar masa pendukung PKI, Gerwani dan berbagai organisasi massa lain bentukan PKI dibantai secara masal, sebagian lagi dipenjara. Ini dilakukan untuk menghilangkan jejak sejarah agar semua kebusukan yang dilakukan oleh Soeharto tidak terungkap. PKI dijadikan kambing hitam karena memang PKI pernah melakukan percobaan kudeta di tahun 1948. Ini dijadikan alasan bagi Soeharto untuk semakin menjatuhkan PKI.

Setelah PKI dibubarkan, dengan wewenang palsunya Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah Partai terlarang di Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia.
Pidato pertanggungjawaban Soekarno dalam Sidang Umum MPRS tahun 1968 ditolak oleh MPRS. Semua dipicu dari lambatnya Soekarno membubarkan PKI dan menjawab Tritura. Setelah itu dipilihlah seorang penjabat presiden hingga masa kepemimpinan Soekarno berakhir. Pada saat itu memang tak ada pilihan lain, Soeharto menjadi satu-satunya orang yang paling pantas memegang jabatan itu. Soekarno (mungkin dengan berat hati) menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Sejak saat itu Soeharto resmi memegang jabatan sebagai Presiden RI melaui TAP MPRS No XLIV/MPRS/1968 dan berkuasa selama 32 tahun hingga akhirnya digulingkan juga dengan cara yang sama seperti ia berusaha menggulingkan Soekarno pada tahun 1968.
Sumber : http://infobocor.blogspot.com/2013/08/sejarah-sebenarnya-peristiwa-g30spki.html

PERJUANGAN M.A SENTOT INDRAMAYU

Author: Unknown /

Indramayu di Awal Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

Sebelum pasukan militer Indonesia terbentuk seperti sekarang ini, para putera-puteri terbaik tanah air pernah mengalami berbagai pertempuran dan kondisi yang penuh tantangan, khususnya di awal masa kemerdekaan. Di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi pertempuran dengan pasukan-pasukan Belanda yang memang ingin menjajah kembali Republik Indonesia. Mereka, pasukan kerajaan Belanda menyadari betul bahwa menjajah bangsa lain itu menyenangkan, membuat mereka semakin kaya dengan hasil bumi.

Di lain pihak secara perlahan-lahan di kalangan bangsa Indonesia timbul kesadaran bahwa dijajah itu hina, tidak menyenangkan, dan perlu melawan. Itulah sebabnya sejak Jepang menggembar-gemborkan patriotisme Asia Raya dan harus mengusir kedatangan bangsa-bangsa Eropa dari daratan Asia, maka patriotisme para pemuda Indonesia bangkit. Mereka tidak saja menentang penjajahan Belanda, namun juga menentang kehadiran pendudukan Jepang itu sendiri.

Upaya menentang penjajah itu terjadi di banyak daerah, termasuk Indramayu. Dalam kenyataannya perlawanan masyarakat Indramayu terhadap tentara pendudukan Jepang dipelopori oleh beberapa orang pemuka agama. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, sebab dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai patriotisme dan keharusan mengusir musuh yang hendak menjajah dari tanah kelahiran.

Saat itulah di Indramayu muncul pejuang-pejuang yang menentang pendudukan Jepang seperti H. Ilyas, H. Durahman, dll. Pemberontakan yang dilakukan oleh para pemuka agama ini cukup menyulitkan tentara pendudukan Jepang. Namun demikian pemberontakan tetap bisa dipadamkan karena Jepang mampu merekrut para penjilat yang mau mereka suapi demi kepentingan Jepang. Di kemudian hari, keberanian penduduk Indramayu untuk menentang penjajah dan tentara pendudukan Jepang dinilai sangat berani sehingga membuat pemberontakan di Indramayu sama terkenalnya seperti pemberontakan Tasikmalaya (peristiwa Singaparna), Cimahi, Blitar, dan yang lainnya. Keberanian rakyat Indramayu, Singaparna, Cimahi, dan Blitar ini diungkapkan dalam Pidato penuh patriotisme Presiden Sukarno di tahun 1948.

Kondisi Kemiliteran di Indramayu Tahun 1945-1946

Seiring dengan telah diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia maka berbagai bentuk sistem pertanahan dibentuk. Hal tersebut terjadi pula di Indramayu yang mengalami memiliki BKR, TKR, sampai akhirnya TNI.2 Dalam sejarah militer diketahui bahwa di akhir tahun 1946 di Jawa Barat telah terbentuk Resimen 12 Divisi IV Siliwangi yang dipimpin oleh Kolonel Sapari. Resimen ini berkedudukan di Cirebon.
Untuk memantapkan operasinya, Resimen 12 memiliki 6 (enam) Batalyon dan 1 (satu) Detasemen. Personal pimpinan dari komponen organisasi tersebut terdiri dari:
- Mayor Suwardi sebagai Dan Yon I yang berkedudukan di Cirebon,
- Mayor Sujana sebagai Dan Yon II yang berkedudukan di Kedung Bunder,
- Mayor Ribut sebagai Dan Yon III yang berkedudukan di Sindanglaut,
- Mayor U. Rukman sebagai Dan Yon IV yang berkedudukan di Kuningan,
- Mayor D. Affandi sebagai Dan Yon V yang berkedudukan di Majalengka,
- Mayor Sangun sebagai Dan Yon VI yang berkedudukan di Indramayu.

Pada saat itu M.A. Sentot yang dikenal telah banyak berjasa sebagai Komandan BKR di Kandanghaur dengan pangkat Letnan Satu ditempatkan di Majalenga. Beliau yang sudah berpengalaman sebagai Komandan Kompi TKR di Kecamatan Anjatan, terpilih menjadi salah seorang Komandan Kompi dari Batalyon V. Di Indramayu sendiri, pada saat itu selain pasukan resmi Republik telah ada badan-badan kelaskaran lainnya seperti Hisbulloh, Laska Rakyat, Pesindo, dll. Meskipun banyak personal pertahanan yang ada di Indramayu namun dari sisi persenjataan jumlahnya sangat kurang. Kebanyakan persenjataan berada di Cirebon.

Datang Dua per Dua untuk Bernegosiasi

Menurut penuturan pak Kartem, pasukan gerilyawan pimpinan M.A. Sentot memasuki kampung Waledan dan Kujang untuk mencari tempat yang strategis sebagai markas dalam rangka mengganggu pasukan-pasukan Belanda yang berkedudukan di pusat kota Indramayu dan sekitarnya. (Wawancara terhadap pak Kartem dilakukam pada Minggu 15 Juni 2008 di rumahnya, kampung Kujang, Cantigi. Menurut masyarakat setempat, pak Kartem merupakan satu-satunya orang tua sekaligus saksi mata perjuangan pasukan setan yang masih hidup saat kampung Waledan dan Kujang dijadikan markas pasukan pimpinan M.A. Sentot).
Pasukan petintis (bagian dari pasukan M.A. Sentot) semula datang berdua mendekati penduduk setempat bernama Kartem. Keduanya memohon kesediaan warga kampung Waledan dan kampung Kujang agar daerahnya digunakan sebagai markas pasukan M.A. Sentot. Saat diskusi berlangsung, bermunculanlah dua orang-dua orang anggota pasukan M.A. Sentot memasuki kampung itu. Mereka membantu anggota pasukan lainnya yang datang terdahulu untuk melakukan negosiasi agar bisa bermarkas di situ.

Setelah berdiskusi dengan tamu, yang ternyata pasukan perintis dari kesatuan pimpinan M.A. Sentot, para ketua kampung menyetujui daerah mereka dijadikan markas pasukan gerilyawan. Sejak saat itulah, selama tiga tahun, seluruh isi kampung menjadi tempat beristirahat, makan, minum, pijit, menyusun strategi, dan basis penyerangan untuk mengganggu kesatuan-kesatuan Belanda yang ada di kota Indramayu dan sekitarnya.
Jika bukan kepada penduduk, memang, kepada siapa lagi para gerilyawan pejuang perang kemerdekaan ini akan menggabungkan diri. Manunggalnya tentara dengan rakyat sangat dirasakan perlu dan pentingnya pada saat itu. Hal ini terjadi secara sangat kebetulan dan waktu yang mendesak. Saat itu, sekitar tanggal 21 Juli 1947, pasukan-pasukan Belanda yang terobsesi untuk merebut kembali Indonesia yang telah menyatakan merdeka agar kembali ke pangkuan mereka, melancarkan agresinya yang pertama. Sebuah agresi yang terang-terangan melanggar Perjanjian Linggarjati. Salah satu butir dari perjanjian itu adalah kedua belah pihak tidak boleh saling serang-menyerang.

Agresi Belanda yang pertama ini dilakukan dengan kondisi pasukan mereka yang prima, bersenjata lengkap dan canggih, sehingga dalam waktu sangat singkat mampu membuat satu per satu kota-kota Kabupaten di Jawa Barat jatuh ke tangan mereka. Akibatnya, banyak kesatuan-kesatuan tentara Republik Indonesia, dan kelaskaran lainnya mengundurkan diri ke hutan-hutan dan kampung-kampung. Di Indramayu hal itu pun terjadi. Pasukan-pasukan Republik Indonesia dan kelaskaran lainnya memasuki Kampung Waledan dan Kujang untuk berlindung dari gempuran-gempuran tentara-tentara Belanda.

Markas PS yang Strategis di Kampung Waledan dan Kujang

Mundurnya banyak kesatuan tentara dan kelaskaran lainnya ke kampung-kampung bukan berarti pemerintahan Republik Indonesia yang baru merdeka bertekuk lutut kepada Pemerintah Kerajaan Belanda, melainkan hanya sebuah strategi perang. Di kemudian hari strategi ini dikenal sebagai strategi perang gerilya. Dalam keadaan tercerai-berai oleh serbuan membabi buta pasukan Belanda, para tentara, mantan tentara, dan anggota kelaskaran lainnya melakukan konsolidasi secara diam-diam. Setelah itu mereka melanjutkan perlawanan. Salah satu gabungan para pejuang yang berasal dari tentara dan kelaskaran lainnya adalah gabungan yang bernama Pasukan Setan (PS).
Menurut keterangan Bapak S. Soedimantoro (pada 7 Desember 1983) kedatangan M.A. Sentot dan kawan-kawan ke Kampung Waledan dan Kujang terjadi akibat gempuran hebat tentara Belanda di wilayah Indramayu Barat. Untuk memperoleh kepercayaan dan dukungan dari rakyat Indramayu, maka harus diperlihatkan kepada rakyat bahwa pasukan tentara bersenjata Republik Indonesia masih ada dan masih kuat bertempur. Itulah sebabnya, operasi secara berpindah tempat dilakukan sampai ke Indramayu bagian Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Subang. Pertempuran-pertempuran hebat pun terjadi seperti di Desa Larangan, Bugel, Anjatan, dan terakhir di Kampung Kopyah. Setelah dianggap cukup memperlihatkan gerakan di wilayah Barat, pasukan ditarik lagi ke arah utara.
Pasukan gerilyawan bergerak melalui jalan laut agar tak terlihat oleh tentara-tentara Belanda. Pada malam hari, mereka menggunakan perahu-perahu nelayan dari Muara Desa Patrol menyusuri pantai utara hingga akhirnya medarat di Kampung Waledan dan Kampung Kujang Desa Lamarantarung.
Selain menjadikan kedua kampung tersebut sebagai markas, M.A. Sentot pun segera mengadakan penertiban dalam tubuh pasukannya. Hal itu dilakukan karena personal yang berkumpul di Kampung Waledan dan Kujang sangat beragam. Menurut keterangan Bapak S. Soedimantoro, komposisi pasukan disusun sebagai berikut:
Kepala Pasukan : Bapak M.A. Sentot
Ajudan/Pimpinan Staf : Bapak S. Soedimantoro
Koordinator Pertahanan : Bapak Tirtaatmaja
Koordinator Politik : Bapak R. Akhmad
Koordinator Pertahanan Rakyat : Bapak Lili Sopandi
Kepala Regu I : Bapak Husen
Kepala Regu II : Bapak Sujogo
Kepala Regu III : Bapak Hasan
Kepala Regu ALRI Buaya Buas : Bapak Ali Runajaya
Kepala Regu Istimewa (yang terdi-
ri dari para Bromocorah) : Bapak Sutara

Komposisi pasukan seperti itu jelas rawan akan berbagai gangguan dan pengkhianatan. Beruntunglah ada surat dari U. Rukman (pimpinan Batalyon Rukman yang berpusat di Kuningan) selaku Komandan Komando Gerilya. Surat yang dikirim oleh kurir bernama Tasman itu menjelaskan bahwa perjuangan sudah berubah bukan lagi perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) melainkan perjuangan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Itulah sebabnya segala sebutan atau istilah yang bernuansa militer seperti pangkat dan jabatan untuk sementara ditanggalkan. Setelah hal itu dilakukan, maka komposisi pasukan menjadi solid dan mampu melakukan gangguan kepada pihak Belanda secara signifikan.
Setiap siang hari seluruh pasukan setan pimpinan M.A. Sentot beristirahat, kebanyakan tidur. Tempat tidur mereka di mana saja. M.A. Sentot sendiri sebagai komandan tak memiliki tempat tidur khusus. Setelah malam tiba, barulah mereka meninggalkan kampung dan pergi ke kota untuk mengganggu kedudukan pasukan-pasukan Belanda. Kemunculan para gerilyawan sekitar jam tiga atau empat pagi, sangat mengganggu kondisi Belanda. Mereka muncul secara tiba-tiba dan melakukan serangan. Setelah itu mereka menghilang kembali ke hutan. Sejak saat itulah mereka menamakan diri Pasukan Setan (PS). Seperti setan, mereka bisa muncul kapan saja dan di mana saja, menyerang lalu menghilang.
Konsolidasi pasukan dari berbagai kesatuan dan kelaskaran diperkuat oleh pernyataan pak Kartem, yang menyebutkan bahwa pasukan yang berkumpul di kampung Waledan dan Kujang sebenarnya merupakan pasukan gabungan. Disebut gabungan karena semua pasukan aliran apapun berkumpul di kampung itu. Tak hanya pasukan yang baik-baik, tetapi juga para pencoleng direkrut untuk membantu gerilyawan. Lama kelamaan mereka yang semula berperilaku menyimpang pun, yang tak tahu-menahu kondisi negara, setelah mendengar dan menyaksikan sendiri tembakan-tembakan senjata milik pasukan Belanda menghancurkan aset-aset bangsanya, akhirnya berubah. Jiwa ksatria muncul untuk melawan penjajah dan menyalurkan keberaniannya untuk menyerang Belanda. Dengan bergabungnya mereka, maka sepak terjang pasukan setan semakin menjadi-jadi. Pada siang hari kondisinya sepi, namun malam hari ’setan-setan’ pasukan gerilyawan muncul menyerang aset-aset Belanda yang ada di kota-kota. Pagi harinya, pasukan kembali ke markas di kampung Waledan dan Kujang.
Sebegitu jauh, kampung Waledan dan Kujang sebenarnya bukan menjadi markas satu-satunya sebab secara organisasi dan operasional, pasukan setan bertugas menyerang, menghadang, lantas menghilang. Jadi mereka bergerak tanpa memiliki Pos Komando yang tetap. Justru dengan sifatnya yang seperti itulah pasukan setan menjadi pasukan yang sangat ditakuti musuh dan disegani kawan-kawan seperjuangan. Pasukan ini menjadi idola dan kebanggaan masyarakat Indramayu.

Gerakan Pasukan Setan Melawan Belanda

Agresi militer Belanda untuk merebut kembali kekuasaan di Indonesia dilakukan secara terencana dan dukungan persenjataan militer terlengkap dan tercanggih saat itu. Pada saat itulah pertempuran perang kemerdekaan di Indramayu bergolak sebab rakyat Indramayu khususnya, dan Indonesia pada umumnya, sudah tak sudi lagi hidup dalam cengkeraman penjajah.
Dalam proses pertempuran perang mempertahankan kemerdekaan itulah muncul Pasukan Setan (PS) pimpinan M.A. Sentot. Menurut keterangan pak Darsimah pasukan pimpinan M.A. Sentot disebut pasukan setan sebab seluruh anggota pasukannya bisa menghilang. (Pak Darsimah merupakan teman seperjuangan M.A. Sentot. Lebih dari sekadar teman, beliau juga merupakan pengasuh Sentot sejak kecil, dan mengabdi kepada keluarga orangtua M.A. Sentot). Konon, anggota pasukan setan ini memiliki kekuatan dan kesaktian yang luar biasa sehingga selalu lolos dalam kepungan pasukan Belanda. Sekali waktu datang menyerang dan setelah itu langsung menghilang. Mereka menghilang tapi tidak kembali ke markas, sehingga sulit dilacak oleh Belanda. Pasukan ini sungguh menjadi fenomena. Anggota mereka yang hanya belasan orang tetapi sanggup mengobrak-abrik kantong-kantong kekuasaan Belanda. Simbol atau lambang pasukan ini sangat menyeramkan, yaitu berupa gambar tengkorak manusia yang diberi tanda silang di bawahnya dalam bendera berwarna dasar merah. Di bawah gambar tengkorak terdapat tulisan P.S. yang merupakan singkatan dari Pasukan Setan.
M.A. Sentot sebagai mantan Shodantyo di tahun 1943 yang merupakan hasil didikan keras para prajurit Jepang di tahun 1945 sudah berpangkat Letnan Satu. Setelah selama dua tahun berjuang di Majalengka (1945-1946) memilih untuk pindah ke Indramayu.
Di Indramayu, Letnan Satu M.A. Sentot membentuk pasukan sendiri beranggotakan orang-orang pilihannya. Inilah cikal bakal pasukan setan yang menjadi ’hantu’ menakutkan bagi para serdadu Belanda. Betapa tidak, meskipun tentara Belanda dibekali persenjataan yang lengkap namun bisa kocar-kacir oleh ulah pasukan setan yang hanya bersenjatakan senjata rampasan. Sebuah pasukan kecil yang justru sering menimbulkan kerugian besar di pihak Belanda.
Menurut keterangan Bapak S. Soedimantoro, komposisi pasukan bentukan M.A. Sentot yang berasal dari berbagai sumber kekuatan rakyat telah melakukan perlawanan sangat heroik. Asrama tentara Belanda yang berkedudukan di Desa Penganjang, misalnya merupakan lokasi yang jelas sangat mudah untuk diserang. Sayang sekali, dalam penyerangan ke markas tentara Belanda ini, telapak kaki Bapak Sutara (pimpinan pasukan Istimewa) cedera. Telapak kaki beliau belah akibat senjata pelontar granat buatan Jepang (pasukan tentara saat itu menyebutnya dengan istilah Teki Danto) yang digunakannya posisi dasarnya meleset saat dioperasikan sehingga mengenai telapak kaki Bapak Sutara. Kondisi ini tidak begitu mengganggu. Justru pasukan Istimewa ini semakin meraja-lela dengan melakukan serangan-serangan ke dalam kota.
Pada saat itu, untuk melindungi markas utama di Kampung Waledan dan Kujang, maka desa-desa di sekitarnya dijadikan garis depan penyerangan (front) terhadap tentara-tentara Belanda. Front yang dikuasai pasukan gerilya itu terdiri dari Desa Arahan, Gandok, Cabang, dan Pecuk. Dengan demikian Waledan dan Kujang tetap aman dan terkendali sebagai Pos Komando.
Meskipun telah membentuk front-front perlawanan, bukan jaminan bahwa Pos Komando di Waledan dan Kujang akan aman. Perhitungan M.A. Sentot secara militer mengatakan bahwa bisa saja tentara-tentara Belanda menyebarkan mata-matanya hingga ke pedalaman Kampung Waledan dan Kujang. Itulah sebabnya pasukan mata-mata tandingan pun dilakukan. Akibatnya setiap hari terjadi pertempuran yang misterius antara mata-mata Belanda dan mata-mata pihak Republik Indonesia. Dalam peristiwa inilah Bapak Wargana, dari pihak pasukan Republik, gugur.

Penyerangan Konvoi Belanda di Jembatan Bankir

Pasukan Setan memang gesit dan cepat menghilang. Salah satu aksi yang dilakukan pasukan ini adalah menghadang konvoi tentara Belanda di jembatan Bankir. Dalam pertempuran ini pihak Pasukan Setan menewaskan 40 tentara Belanda dan merampas semua persenjataan mereka. Peristiwa ini sangat terkenal dan membuat pimpinan tentara Belanda harus menyusun kembali rencana perang mereka.
Keberhasilan penyerangan konvoi Belanda di jembatan Bankir pada November 1947 ini merupakan sebuah hasil dari penyerangan yang terencana. Sebelumnya, Pasukan M.A. Sentot terlebih dulu telah mendapat bantuan senjata dari Polisi Belanda yang berada dibawah pimpinan Suhad, yang menggabungkan diri dengan pasukan Republik Indonesia, di desa Anjatan. Dengan diperolehnya bantuan senjata ini, maka diadakan Iagi penghadangan di desa Kopyah dengan tujuan untuk menyelamatkan tawanan-tawanan yang akan dibawa Belanda ke Haurgeulis. Tawanan-tawanan tersebut akhirnya dapat diselamatkan. Sementara itu tentara Belanda kocar-kacir, meninggalkan banyak korban.
Modal kemenangan dari penghadangan di berbagai tempat membuat pasukan gerilyawan semakin berani dan percaya diri. Dari rasa percaya diri itulah direncanakan melumpuhkan konvoi tentara Belanda di jembatan Bangkir pada akhir bulan Novembar 1947. Pada sekitar jam 05.00 pagi pasukan gerilya telah disiapkan untuk mengadakan operasi di sekitar jembatan Bangkir. Sementara itu rakyat di sekitarnya diungsikan ke desa-desa jang diperkirakan lebih aman. Setelah lama menunggu barulah sekitar jam 09.00 terdengar suara truck yang ternyata bukan truck militer Be¬landa. Truck preman yang dikawal oleh dua orang Polisi Pasundan tersebut tidak diganggu-ganggu untuk menjaga jangan sampai rencana itu bocor.
Sekitar jam 11.00 barulah ada kode dari Pos Peninjau yang memberi isyarat bahwa konvoi Militer Belanda jang didahului oleh Bren-Carrier akan melintasi jembatan Bangkir dari arah Indramayu. Pasukan yang semula kaget melihat banyaknya tentara Belanda bangkit kembali semangatnya setelah M.A. Sentot memberi komando untuk melakukan tembakan. Dari jarak hanya 30 meter pasukan M.A. Sentot menembaki pasukan Belanda. Kopral Dali, seorang penembak bren, berhasil melumpuhkan Bren-Carrier beserta pengemudinya. Jumlah kerugian Belanda tak terkira, sebab seluruh peleton prajurit yang konvoi berikut satu mobil palang merah Belanda dapat dihancurkan. Pertempuran yang berlangsung sekitar tiga jam itu berakhir sekitar jam 14.00.

Dalam peristiwa ini dua orang tentara Belanda berhasil lolos. Namun dalam upaya menyelamatkan diri ke kota Indramayu yang berjarak sekitar 10 kilo meter, mereka tertangkap oleh rakyat dan akhirnya dibunuh. Di kemudian hari diketahui bahwa salah seorang dari dua tentara yang dibunuh rakyat ini merupakan dokter berpangkat Mayor. Sementara itu dari pihak pasukan M.A. Sentot gugur satu orang bernama Salim.
Di akhir pertempuran, ketika Pasukan Setan pimpinan M.A. Sentot hendak mengumpulkan senjata-senjata hasil rampasan, tiba-tiba bantuan tentara Belanda dari kota Indramayu datang dalam jumlah sangat besar. Mengingat kondisi pasukan cukup lelah, maka M.A. Sentot memutuskan untuk tidak melawan pasukan bantuan tersebut. Para prajurit Pasukan Setan memilih mengundurkan diri ke markas mereka di Kampung Waledan dan Kujang. Pada saat mengundurkan diri inilah dua orang anggota pasukan M.A. Sentot gugur, yaitu Murah Nara dan Basuki. Keduanya tersesat dalam proses pengunduran diri sebab tidak begitu paham lokasi markas. Konon Murah Nara merupakan pemuda asal Karawang yang memilih berperang melawan tentara Belanda di Indramayu. Dalam posisi tersesat itulah keduanya dihadang tentara Belanda yang datang dari arah Jatibarang. Tembakan gencar dari tentara Belanda membuat kedua pejuang ini gugur.
Berapa kerugian yang diderita penduduk akibat serangan itu? Sungguh tak ternilai. Setelah penyerangan, para gerilyawan dan penduduk yang mengungsi, kembali ke rumahnya masing-masing. Mereka mendapati bahwa selain menyerang tentara-tentara Belanda yang dibantu rakyat itu ternyata membawa habis terasi-terasi yang sudah jadi dan siap dijual. Sebagian terasi mereka bakar. Terasi-terasi, pada saat itu merupakan bahan yang berharga karena akan dijual secara barter ke daerah lain untuk ditukar dengan bahan makanan lain yang sangat diperlukan dan tidak bisa diproduksi di wilayah markas Pasukan Setan.
Serangan besar-besaran itu meninggalkan dendam yang mendalam baik kepada pihak Belanda maupun kepada rakyat yang berkhianat membantu Belanda. Sementara itu Pak Kartem sendiri, sebagai salah saksi hidup perjuangan M.A. Sentot di Desa Kujang, yang semula berminat menjadi tentara, tak jadi memenuhi keinginannya sebab tidak direstui orang tuanya. Meskipun demikian, beliau membantu Pasukan Setan dengan posisi sipilnya. Kartem dan seluruh isi kampung Waledan dan Kujang pernah mengungsi ke hutan bakau (jenis Api-Api) ketika kedua kampung itu diserang Belanda dari semua jurusan: darat, laut, dan udara. Meskipun pemboman dari udara dilakukan dan tembakan meriam dari laut diarahkan terhadap kedua kampung itu, banyak penduduk yang mampu menyelamatkan diri (sebagian di antara yang tertembak meninggal di tempat).

Menurut Kartem, kemampuan menyelamatkan diri itu mereka peroleh berkat latihan yang intensif. Sebelum Pasukan Setan pimpinan M.A. Sentot menjadikan kedua kampung tersebut sebagai markasnya, para penduduk sudah dilatih menghadapi situasi perang. Pelatih mereka adalah penduduk mereka sendiri yang ketika zaman pendudukan Jepang menjadi tentara yang dilatih oleh para tentara Jepang.

Kampung Waledan dan Kujang, selama pasukan setan pimpinan M.A. Sentot bermarkas di situ, sangat tidak aman dari serangan tentara Belanda dan para anggota mata-matanya. Baik siang maupun malam, penjagaan diperketat untuk menghindari masuknya pasukan Belanda dan mata-matanya. Dalam soal penjagaan ini, ronda atau jaga malam digiatkan. M.A. Sentot, menurut pak Kartem, tak segan-segan menempeleng para penjaga yang kedapatan tertidur. Pak Kartem sendiri, sebagai pemuda di kampung tersebut, setiap malam berjaga malam.














Untuk mengenang pertempuan di kampung Waledan dan Kujang, di tempat itu, kini Cantigi, didirikan monumen bernama Monumen Kujang. Monumen didirikan semasa Indramayu berada di bawah pimpinan Bupati Irianto MS Syafiuddin.


Monumen tersebut secara umum berbentuk segi empat dengan tujuh tingkatan. Secara keseluruhan dilapis keramik berwarna putih. Di bagian paling atas terdapat senjata berupa kujang. Foto M.A. Sentot dipajang di bagian depan monumen tersebut sehingga bagi para pecinta sejarah sangat mudah mengenalinya sebagai komandan Pasukan Setan.

Namun, di balik kegagahan monumen yang terjaga secara baik itu, terselip pula kisah pilu pak Kartem sebagai saksi mata sekaligus pejuang yang membantu pasukan setan. Karena keluguannya, beberapa kali pak Kartem ditipu orang (mantan anggota pasukan Sentot). Jutaan rupiah sudah dikeluarkannya untuk memperoleh pensiun sebagai veteran. Betapapun dana telah ke luar, pak Kartem tak pernah memperoleh uang pensiun sebagai veteran, meskipun baju seragam sebagai veteran dapat diperolehnya.
Kisah sedikit lucu juga terdapat di balik monumen itu, khususnya di kalangan para remaja di kampung tersebut. Mereka sangat mengidolakan kehebatan perjuangan para gerilyawan di kampung itu. Sayang sekali, mereka tak banyak mengenal nama sejarah para pejuang yang bermarkas di kampungnya sehingga foto M.A. Sentot lebih mereka kenal dengan nama Marsheed. Para remaja kampung Kujang sangat mengidolakan Marsheed sehingga di tembok-tembok tempat mereka kongkow-kongkow digambari lukisan Marsheed. Padahal, menurut keterangan pak Kartem, Marsheed merupakan salah satu algojo pasukan setan yang dikenal tak kenal kompromi dalam membunuh lawan-lawannya, termasuk menghabisi para pengkhianat yang tidak setia kepada perjuangan kaum gerilyawan.

Meninggalkan Markas Waledan dan Kujang

Betapapun dendam sangat membara di hati para gerilyawan, namun perang tidak bisa dilakukan secara emosional saja. Perang memerlukan taktik, strategi, dan sekian banyak perhitungan jitu. Seusai serangan besar-besaran itu, pada malam harinya, M.A. Sentot memerintahkan seluruh pasukan gerilyawan meninggalkan markas Pasukan Setan di Waledan dan Kujang. Bagaimanapun pasukan harus mengikuti instruksi dari pucuk pimpinannya. Setelah perundingan, seluruh anggota Pasukan Setan pun melakukan hijrah sesuai isi perintah komandan.
Malam itu, meskipun hujan cukup deras semua pasukan bergerak menuju desa Tugu. Namun karena hujan cukup lebat, maka gerak maju pasukan hanya sampai di desa Waru. Barulah keesokan harinya, 9 Desember 1947, pasukan M.A. Sentot bergerak menuju desa Jatisura Kecamatan Lelea untuk mengatur rencana-rencana selanjutnya. Pengubahan siasat dilakukan, sebab di desa Jatisura sendiri sudah ada pasukan gerilya yang dipimpin oleh Kapten Sumo yang siap-siaga untuk menghadapi kemungkinan datangnya pasukan Belanda dari daerah Terisi. Akhirnya diputuskan bahwa pasukan pimpinan M.A. Sentot mengisi daerah yang masih kosong yaitu di Desa Sukamulya yang diperlukan untuk menghadapi datangnya pasukan tentara Belanda dari arah Jatibarang dan Jatitujuh.








Pada posisi di desa Sukamulya ini pasukan M.A. Sentot tetap melakukan gangguan dan penghadangan terhadap patroli polisi Belanda. Namun sayang sekali, dalam sebuah penghadangan di desa Tugu, justru salah seorang anggota pasukan pimpinan M.A. Sentot ditawan oleh pihak Belanda.
Kehebatan kelompok-kelompok gerilyawan di Indramayu telah membuka mata masyarakat bahwa pasukan Indonesia memang kuat keberadaannya. Belanda pun dipaksa harus membuat banyak rencana baru untuk menghadapinya. Pada saat itulah datang kurir dari pimpinan gerilya di wilayah III, yaitu Letnan Kolonel Abimanyu yang menyatakan bahwa Indramayu ditetapkan sebagai Komando Daerah Gerilya VI yang dipimpin oleh Mayor Sangun, dan Mayor M.A. Sentot.

Terpancing Propaganda Belanda
Di akhir tahun 1947, menjelang 1 Januari 1948, pihak Belanda mengubah taktik pertempuran. Kali ini mereka menggunakan siasat perang urat syaraf (psy war). Tentara-tentara Belanda menggunakan tipu muslihat dengan menyebarkan surat-surat kaleng, desas-desus, selebaran gelap, dan penyebaran dokumen rahasia. Isi yang tersebar adalah bahwa Belanda akan mengakui 100% kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 1 Januari 1948. Lemahnya intellijen di kalangan gerilyawan menyebabkan rakyat terhasut oleh informasi menyesatkan ini. Tidak hanya rakyat, bahkan banyak anggota pasukan gerilyawan yang mengadakan pesta kemenangan berama rakyat untuk menyambut datangnya 1 Januari 1948 hingga larut malam.
Apa yang terjadi kemudian? Pasukan gerilya hampir kecolongan. Untunglah sekitar jam 05.00 segera datang laporan dari Pos Pengawas bahwa pasukan Belanda yang datang dari Jatibarang sudah berada di kampung Kerticala. Posisi pasukan Belanda yang sangat dekat dengan markas komando gerilya pasukan M.A. Sentot ini membuat para gerilyawan yang sedang kelelahan sehabis berpesta segera mengungsi ke pinggir-pinggir hutan. Kegesitan untuk mengungsi itu menyebabkan tidak terjadinya kontak senjata antara pasukan gerilyawan dan tentara Belanda karena tak satupun pasukan gerilya yang berhasil mereka temukan.
Ketika cuaca mulai terang, sebenarnya M.A. Sentot dan kawan-kawan akan segera menyerang kedudukan tentara Belanda. Namun niat itu tidak dilaksanakan sebab tiba-tiba pesawat pemburu Mustang Belanda berputar-putar di atas udara desa Sukamulya. Daripada menyerang yang bisa berakibat fatal, pasukan M.A. Sentot akhirnya berpindah posisi ke kampung Telagadua.

Awal Clash dengan Hisbullah

Sementara itu, kondisi pertempuran kian rumit. Keberadaan pasukan gerilyawan di desa Jatisura, Sukamulya, dan Telagadua bukan tanpa kendala. Pada pertengahan Januari 1948 ke markas gerilya pimpinan Kapten Satmoko datanglah seorang tamu bernama Hamid. Rupanya orang ini merupakan mata-mata pasukan Hizbulloh. Setelah itu malam harinya terjadilah penculikan di markas komando gerilya V. Pasukan Hizbulloh dikabarkan menculik Mayor Sangun, Letnah Sutejo, Achmad, dan Sudibyo. Sementara itu Kapten Satmoko berhasil meloloskan diri dalam penyergapan itu.
Inilah awal clash pasukan M.A. Sentot dengan pasukan Hizbulloh. Setelah penculikan itu, tiga tawanan mereka Letnah Sutejo, Achmad, dan Sudibyo dibunuh. Mayat ketiganya dibuang ke sungai Cimanuk. Dalam situasi seperti itu M.A. Sentot menerima laporan dari rakyat yang menyatakan bahwa tentara Belanda datang menyerang dari desa Sumber dengan tanpa berpakaian. Setelah laporan itu diperiksa, ternyata yang datang menyerang adalah pasukan Hizbulloh pimpinan Danu. M.A. Sentot yang menganggap pasukan Hizbulloh merupakan teman seperjuangan, sebab mereka sama-sama melawan Belanda, tidak merasa curiga atas kedatangan mereka.
Ternyata perhitungan M.A. Sentot meleset. Pasukan Hizbulloh menyerang pasukan M.A. Sentot yang bermarkas di desa Telagadua dari tiga jurusan. M.A. Sentot yang belum memahami persoalan itu seutuhnya segera memerintahkan pasukannya untuk mengundurkan diri ke hutan dan tidak memberikan tembakan balasan.
Sambil mengundurkan diri ke hutan, salah seorang dari pihak M.A. Sentot, yaitu Kapten Surya mengadakan kontak dengan pimpinan Hizbulloh, Danu. Dari kontak itulah diketahui bahwa pasukan Hizbulloh telah salah memilih sasaran. Mereka sedang mencari-cari pasukan gerilya pimpinan Letnan Purbadi yang telah berselisih dengan mereka untuk diminta pertanggungjawabannya. Mereka mengira bahwa anggota gerilya pimpinan M.A. Sentot merupakan anggota gerilyanya pimpinan Letnan Purbadi. Untuk menghindarkan diri dari pertempuran dengan sesama bangsa Indonesia, M.A. Sentot segera memindahkan pasukannya ke kampung Cimindel.
Dalam situasi gawat seperti itu datang perintah dari Letnan Kolonel Abimanyu agar semua pasukan diberangkatkan ke Majalengka, dan ditugaskan untuk menumpas pasukan Hizbulloh yang sudah merajalela. Pasukan Hizbulloh yang terkepung akhirnya meloloskan diri satu per satu. Pasukan pimpinan M.A. Sentot diberi tugas ke desa Asrama di sekitar Indrakila. Di daerah itu pun pasukan Hizbulloh telah menghilang. Pada saat itu, Mayor Sangun telah dibebaskan oleh pasukan gerilyawan yang dipimpin Letnan Emen Slamat. Selanjutnya para pasukan gerilya ini berpindah ke Majalengka.

Hijrah ke Yogyakarta

Perjanjian Renville ditandatangani oleh wakil pimpinan Republik Indonesia dan wakil Belanda. Berdasarkan isi perjanjian ini, maka seluruh gerilyawan harus meninggalkan kantong-kantong gerilya. Sebagai pasukan yang setia pada perintah pimpinan, maka para prajurit yang ada di kantong-kantong gerilya di Indramayu berjalan kaki pindah ke Majalengka. Mereka harus melalui desa Ujungjaya, kemudian berkumpul di desa Ciwaru. Di tempat inilah setelah berjalan kaki selama tiga hari tiga malam pasukan gerilya dari seluruh Karesidenan Cirebon berkumpul.
Setelah beristirahat selama beberapa hari, pimpinan Brigade V, melalui Kepala Staff-nya yaitu Mayor Kusno Utomo, memerintahkan agar semua pasukan berkumpul di Kuningan. Tempat ini merupakan tempat terakhir di mana seluruh pasukan akan diberangkatkan menggunakan kereta api menuju Gombong, Jawa Tengah. Dari kota ini pasukan melanjutkan perjalanan menuju Ketandan/Klaten. Dari situ mereka melanjutkan perlajanan ke Colomadu, dan berakhir di Tasikmadu.
Di daerah Tasikmadu inilah pasukan yang berasal dari Karsidenan Cirebon mengalami reformasi dan reorganisasi. Pasukan M.A. Sentot sendiri yang semula berada dibawah Bataylon V, kini ditempatkan di Batalyon I Resimen 12 Divisi IV Siliwangi, di bawah pimpinan Mayor U. Rukman yang membawahi para prajurit dengan susunan komandan sebagai berikut: Dan Kie I adalah Kapten M.A. Sentot, Dan Kie II adalah Kapten Mahmud Pasja, Dan Kie III adalah Kapten Mustofa, dan Dan Kie IV adalah Kapten A. Syukur. Sementara itu Kompi I membawahi beberapa Peleton yang terdiri dari: Peleton I dengan komandannya Letda Hasanuddin, Kompi II dengan komandannya Letda Nasuha, dan Peleton III dengan komandannya Letda Sudimantoro.
Kondisi para prajurit Divisi Siliwangi yang berasal dari Karesidenan Cirebon, selama berada di Jawa Tengah, memiliki banyak pengalaman yang tak terduga. Ternyata, hijrah ke wilayah lain provinsi tidaklah selalu menyenangkan. Saat itu, mereka banyak menerima kenyataan bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang belum lama diproklamasikan tidaklah mudah. Betapa tidak, pasukan yang seharusnya berada di kantong-kantong gerilya untuk mempertahankan kedudukan wilayah Republik Indonesia, ternyata harus hijrah ke wilayah lain.
Perubahan situasi dan kondisi yang mereka alami, yaitu suasana di kantong gerilya dan di pengungsian, jelas mencolok. Suka, duka, bahkan penderitaan batin dialami oleh para prajurit Batalyon Rukman selama mereka menempati Pabrik Gula di Tasikmadu, Jawa Tengah. Di tempat hijrah tersebut para prajurit Batalyon Rukman memahami bahwa perubahan suhu politik di Indonesia sedang terjadi. Perubahan politik ini tidak sedikit yang berdampak pada situasi dan kondisi di tubuh militer Indonesia.
Kondisi kehidupan politik yang sedang berubah itu sangat wajar jika berdampak pada para prajurit Batalyon Rukman. Mungkin di balik semua itu, pihak kerajaan Belanda memiliki skenario khusus untuk menghancurkan, setidaknya melemahkan kondisi militer Indonesia. Ketika para prajurit berkumpul di Jawa Tengah dan Yogyakarta, sangat mudah bagi pihak tertentu menyebarkan isu fitnah, propaganda, provokasi, dan selebaran gelap yang melemahkan mental prajurit. Cara Belanda mengadu domba antar unsur di kalangan masyarakat dalam tubuh Repubik Indonesia yang masih berusia dini itu bukan tidak disadari para prajurit Batalyon Rukman. Prajurit bisa diadu domba dengan prajurit. Bahkan ada pula upaya fitnah yang ujung-ujungnya mengadu domba prajurit dengan rakyat biasa.
Pamflet-pamflet dan selebaran gelap begitu mudahnya masuk dan beredar di kalangan prajurit dan rakyat sipil. Kalimat seperti ’dari Gunung Tidar’, ’dari Markas Murba Terpendam’ dan yang lainnya menjadi begitu akrab terdengar. Isinya memang propaganda politik. Selain itu penyebaran isu yang bertujuan melemahkan mental prajurit pun tak kalah hebatnya. Misalnya isu tentang tertawan dan kemudian meninggalnya Panglima Besar Sudirman. Isu tentang adanya persetujuan dari Jenderal Sudirman terhadap suatu Kongres Rakyat. Isu tentang prajurit yang pro dan anti pembentukan negara Indonesia sebagai negara federal. Isu tentang prajurit yang setuju dan anti perundingan dengan Belanda.
Pendek kata, isu politik dalam negeri semakin memanas karena berpadu dengan intrik-intrik tekanan Diplomatik dari pihak Belanda. Di jajaran para elite politik Indonesia sendiri, saat itu, sentimen kepartaian begitu mudah terluap. Kondisi perbedaan paham yang mencolok di antara partai-partai ini memungkinkan sangat mudahnya perpecahan di tubuh para petinggi Indonesia.
Bagi para prajurit Batalyon Rukman yang berasal dari Karesidenan Cirebon tentu saja tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan suasana yang sedang berubah cepat. Ulah para petualang politik pun menimbulkan masalah di tubuh militer. Karena propaganda tertentu, misalnya, para prajurit Batalyon Rukman pernah mengalami clash dengan para prajurit dari Resimen Lawu. Clash itu memanas sampai-sampai para prajurit Batalyon rukman pernah diserang oleh para prajurit lain dari tiga Batalyon di bawah Resimen Lawu.
Bentrokan bersenjata ini dihadapi secara serius oleh para prajurit yang tergabung dalam Kie I (pimpinan M.A. Sentot), Kie II, dan Kie IV. Akibatnya jatuh korban jiwa sia-sia tak terelakan. Para prajurit Resimen Lawu kemudian mengundurkan diri ke Karanganyar. Untuk meredakan ketegangan dan menjernihkan suasana, Bupati Karanganyar terpaksa turun tangan. Namun upaya Bupati ini mampu menghasilkan keputusan maksimal. Dengan pertimbangan untuk menghindarkan diri dari perang saudara antar sesama prajurit Indonesia, ditambah dengan situasi politik dalam negeri yang semakin memanas, maka diambil keputusan oleh Kemandan Batalyon, U. Rukman, untuk memulangkan seluruh prajurit Siliwangi kembali ke Jawa Barat, dan langsung menempati kantong-kantong gerilya.

Sumber : Majalah Mulia Harja Indramayu
               http://indramayutradisi.blogspot.com/2012/06/sejarah-perjuangan-ma-sentot-indramayu.html

Kemana Harus Kutapaki?

Author: Unknown /

Sore ini gerimis menyapa
matahari dengan berjubah jingga
berkarpet hitam pekat diatas awan
Disini...
hanya bisa diam dan menatapmu
dari balik jendela jiwa

Malam ini...
malam yang kan menyakitkan
jutaan butir air tidak akan mampu meredam panas dihati
penuh penolakan !
batin berubah menjadi sosok yang tidak dikenal

Bulan...
hanya dapat merunduk menatapku
dengan cahayanya meredup
coba menyelinap dari sela-sela jendela
Bintang...
bersembunyi dibalik awan
masih takut dengan api dihati

Ya Allah...
Kemana harus kutapaki jalan hidupku?
dari lahir hingga sekarangpun
masih dijejali dengan rasa bernama prihatin
dengan bumbu yang bernama "harus terima keadaan"
saudara...
saudari...
dimana kalian berada?
mata hanya bisa melihat sosokmu
tapi tidak dengan kasih sayangmu

Ya Allah...
Kemana harus kutapaki?
dunia ini terlalu ganas untuk ku rasakan

sekarang...
Hanya bisa merasakan semua
tertunduk dengan air mata
yang jatuh perlahan melalui ujung-ujung bulu mata

Cipta : Zam-zam Abdul Faqih

SALAM UNTUKMU

Author: Unknown /

Seribu...
Dua Ribu...
AH !!!tak dapat kuhitung masa indah bersama kalian...
dibalik kaca kamar,
hanya menyisakan embun memori

pengap bercampur debu
kita menari bersama diruang penuh canda dan tawa
sekarang...
kita akan segera singsingkan baju
hingga melebihi siku
bersiap lari mengejar...
apa yang di cita-citakan

Kawan...
kalian seperti saudara kandungku
bahu membahu kita bangun
bangun sebuah rasa yang tidak pernah bisa terlupakan

kubersandar pada dinding kelas...
menatap satu persatu kawan seperjuanganku
beramai kita membuat dosa
dosa membagikan jawaban soal yang belum tentu benar

ku tatap...
selalu ku tatap
gerakan demi gerakan
terekam jelas didalam memori
berpose,akting,kejutan,dan masih banyak sekali yang tercipta didalam ruangan

salam untukmu
salam untuk semua
yang telah hadir,menghiasi perjalanan hari
langkahku...
langkahmu...
langkah kita semua
akan berpisah pada satu jepretan kamera
tapi hati,perasaan,kenangan,dan semua yang pernah tercipta
akan seperti sebuah foto,yang selalu dikenang hingga akhir hayat

Created by: Zam-zam Abdul Faqih

RAS INDONESIA ADALAH RAS YANG PALING SEMPURNA

Author: Unknown /

Ras Indonesia kami menyebutnya dengan demikian. Ras ini terdiri dari seluruh suku yang ada di Indonesia seperti Jawa, Sunda, Minang, Melayu, Dayak, Bugis, Bali, Sasak, Papua dan sebagainya. Seluruh suku ini rata-rata memiliki persamaan fisik yaitu kulit sawo matang, ukuran tubuh kecil, hidung kecil dan rambut hitam.

Umumnya orang Indonesia menganggap orang asing yang putih, tinggi, langsing, hidung mancung, bibir tipis, dan rambut pirang lebih cantik atau tampan. Kita harus mulai belajar memahami cantik dari berbagai sudut pandang. 
Ternyata beberapa orang Indonesia yang di Indonesia dianggap biasa aja, menurut pandangan orang negara lain malah dianggap cantik. Begitu juga sebaliknya, yang di Indonesia dianggap cantik, belum tentu cantik di mata orang asing. Sebenarnya orang berpredikat tampan-cantik itu berkulit coklat, hidung kecil, mata hitam, rambut hitam. Ciri fisik itu dimiliki ras Indonesia.

Warna Kulit orang Indonesia lebih sexy.
Kulit coklat dan kuning langsat merupakan warna kulit yang khas dari ras kita sendiri dan sangat mencerminkan Indonesia. Di Eropa dan Amerika Kulit yang coklat dianggap lebih sexy. Di Eropa dan Amerika banyak orang yang sengaja membuat kulitnya coklat dengan pergi berjemur. Di AS-Eropa banyak salon pencokelat kulit. Menurut wikipedia ada 30 Juta wanita kulit putih AS pelanggan 50 Ribu salon pencokelat kulit dengan nilai pasar Rp. 50 Trilliun setahun.

Kita sebagai ras Indonesia, tercipta dengan pigmen kulit dominan yaitu pigmen eumelanin (pigmen yang menyebabkan kulit coklat sampai hitam) dan pigmen karoten (penyebab warna kuning), makanya sebagian besar orang-orang Indonesia mempunyai kulit sawo matang dan kuning langsat. Orang Indonesia yang paling putih berwarna kuning langsat lebih indah dari kulit orang Eropa yang pucat kemerahan. Yang paling hitamnya tidak kalah manis, orang Ambon, Flores dan Papua memiliki warna kulit lebih coklat tapi tidak sehitam orang Afrika. Warna coklatnya pas. Warna cokelat-hitam terlihat lebih menggemaskan dan manis daripada warna putih. Kulit coklat memang lebih keren, seksi, dan eksotis. Di Amerika Serikat orang berkulit cokelat dianggap tampan dan disukai mahasiswi kulit putih AS.
Kelebihan lainnya dari kulit kita yaitu lebih tahan radiasi ultraviolet. Dalam tubuh kita ada zat yang bernama melanin yang membuat kulit kita berwarna kecoklatan. Melanin mempunyai fungsi utama yaitu melindungi epidermis dan dermis dari bahaya radiasi ultraviolet.

MISS World 2009, Kalane Aldortno kelahiran Gibraltar, daerah di Eropa barat daya dekat perairan Spanyol, memuji perempuan Indonesia yang punya Jenis dan warna kulit yang Indah. Dia begitu menyukai perempuan Indonesia yang punya banyak warna kulit. Karena, di tempat kelahirannya hampir semua perempuan kulitnya berwana gelap dan kecokelatan. "Di negara saya mungkin warna kulit seperti Ini lebih dikenal sebagai mediteranian. Jadi, waktu melihat kulit perempuan Indonesia yang berbagai Jenis dan warnanya, ada yang putih, kuning, kecokelatan. dan gelap, saya Jadi agak Iri. Apalagi, semua terlihat mulus dan seperti bersinar," ucap Kalane saat ditemui di sela-sela kunjungannya pada acara pemilihan Miss Indonesia 2010 di sebuah pusat perbelanjaan di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Hidung kecil lebih manis.
Bangsa Indonesia rata-rata memiliki hidung yang kecil. Kalau mancung juga mancung yang indah tidak terlalu besar. Bangsa lain seperti Eropa dan Iran hidung yang sangat mancung dan panjang, bahkan ada yang melakukan bedah plastik untuk "dipotong dan dipendekkan hidungnya. Hidung Indonesia yang mancung kecil dipandang sebagai hidung yang sempurna. Orang Indonesia yang berhidung pesek pun sebenarnya membuat wajah menjadi lebih manis.

Pada film-film futuristrik sering digambarkan alien yang telah berevolusi sempurna. Digambarkan alien itu memiliki Hidung yang begitu kecil dan pesek malah bisa dibilang hidungnya hanya lubang kecil saja, mungkin pada masa depan kandungan oksigen di udara sangat tipis. Dengan hidung kecil juga manusia telah dipersiapkan untuk menghadapi polusi udara. Bisa dibayangkan, betapa susahnya kita memakai masker di tengah polusi udara andaikata hidung kita semancung hidung gajah.

Keuntungan lainnya dari berhidung kecil yaitu daya jangkau penglihatan orang berhidung pesek lebih luas daripada yang berhidung mancung karena tidak menghalangi pandangan mata. Hidung yang terlalu mancung dapat mengganggu penglihatan pandangan mata karena terhalang hidungnya yang mancung.

Orang Indonesia tampak lebih awet muda.
Dibandingkan dengan individu pada usia yang sama dari etnis kulit putih (Kaukasia), Afrika, latin dan Arab, maka kita bangsa Indonesia diberkahi Tuhan dengan keistimewaan lebih tampak awet muda. Kulit orang Indonesia relatif lebih tebal dan komposisi serat-serat kolagennya jauh lebih kaya. Oleh karena itu, kerutan-kerutan dan kekenduran kulit yang terjadi akan jauh lebih ringan dibandingkan etnis kulit putih. Proses penuaan ditandai dengan penurunan elastisitas serabut-serabut kolagen; pada etnis kulit putih dengan komposisi serat kolagen yang lebih sedikit maka akan terlihat lebih cepat tua daripada orang Indonesia.

Orang Indonesia cenderung tampak muda daripada usia yang sesungguhnya. Orang Indonesia bisa lebih tampak lebih muda 5 s.d 10 tahun dibandingkan etnis Eropa, Arab ataupun Afrika. Orang Indonesia yang berumur 30 tahun, di eropa bisa dikira masih berumur 20 tahunan..

Tubuh lebih kecil lebih canggih.
Biasanya orang menganggap postur tubuh yang lebih tinggi dan besar, dalam evolusi ditafsirkan sebagai sinyal dari sumber genetika yang lebih berkualitas. Juga orang yang lebih jangkung, ditafsirkan memiliki kualitas kesehatan lebih baik. Padahal kita tahu bahwa sebenarnya alat yang canggih biasanya lebih kecil, lebih ringan dan hemat tempat.

Ras yang lebih besar dan kuat belum tentu berevolusi lebih baik. Buktinya gajah lebih kuat dan besar dibandingkan manusia tapi apakah gajah lebih sempurna dari manusia. Di masa lalu bumi dipenuhi oleh makhluk-makhluk bertubuh besar seperti dinosaurus. Di masa kini banyak makhluk yang bertubuh lebih kecil dibandingkan zaman dulu sehingga membuat persediaan makanan di dunia tetap cukup. Makhluk yang bertubuh kecil lebih cocok untuk hidup di masa depan.

Ras Indonesia memproduksi lebih sedikit bau badan.
Kelompok-kelompok etnis yang berbeda memiliki karakteristik bau tubuh yang berbeda. Keringat berlebih adalah masalah yang lebih banyak dihadapi oleh orang kaukasian dan afrikan, yang memiliki lebih banyak kantung rambut (tempat dimana apocrine berasal). Sedangkan orang Indonesia cenderung memiliki lebih sedikit kelenjar apocrine, itulah sebabnya orang eropa dan afrika lebih cenderung bau. Orang kulit Putih cenderung lebih bau seperti keju. Orang kulit hitam memiliki aroma cocoa butter. Orang India juga memiliki ciri bau yang khas. Orang-orang asing memiliki kecenderungan bau badan yang lebih tinggi. Tidak aneh kalau minyak wangi dan deodoran sangat laku di luar negeri. Orang Indonesia sedikit lebih wangi kecuali orang yang jarang mandi dan punya masalah bau badan tentunya.

Orang Indonesia tidak kalah cerdas
Soal kecerdasan tentunya orang Indonesia tidak kalah. Orang-orang cerdas di Indonesia sebenarnya banyak. Banyak ilmuwan Indonesia yang berprestasi di luar negeri. Ada yang bekerja di perusahaan multi nasional berkedudukan di luar negeri, lembaga riset negara asing, dan bahkan menjadi dekan di sebuah universitas Jepang.
Dengan pendidikan yang lebih baik maka bukan tidak mungkin akan banyak tercipta makhluk cerdas yang berasal dari Indonesia.

Lantas mengapa kita masih tertinggal jauh dari kebanyakan negara-negara lain?
Indonesia tentunya saat ini sedang berkembang. Kurangnya rasa percaya diri dan kurangnya kerja keras serta para pemimpin bangsa ini yang kurang pandai dan kurang punya kebanggaan terhadap bangsa ini menyebabkan bangsa kita masih tertinggal. Tentunya nanti kita harapkan di bawah kepemimpinan yang tepat, Indonesia akan maju dengan sangat pesat melebihi bangsa-bangsa lainnya.

Kita juga harus mengembangkan diri kita sendiri. Ras Indonesia tentunya harus dikembangkan lagi supaya lebih sempurna dengan pemahaman Agama untuk lebih meningkatkan moral spiritual, pendidikan yang lebih baik untuk meningkatkan pengetahuan serta Olahraga dan makanan bergizi untuk meningkatkan kemampuan fisik.

Sebenarnya masing-masing ras memiliki kelebihan masing-masing. Bangsa Indonesia juga memiliki kelebihan dari bangsa lain. Kita harus bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan pada kita. Bangsa Indonesia bisa jadi merupakan manusia yang telah berevolusi sempurna dengan fisik yang disiapkan untuk keadaan alam di masa depan
Sumber : http://munsypedia.blogspot.com/2012/09/ternyata-ras-indonesia-adalah-yang.html#ixzz2iAZY6J56

SEJARAH KANDANGHAUR

Author: Unknown /

Sejarah Kandanghaur merupakan sejarah misteri, sangat jarang yang mengetahui keberadaan tempat yang mengandung nama besar itu. Calon sebutan untuk Kabupaten, pernah menjadi nama tempat para Wedana bergantian membantu Bupati dan sampai sekarang menjadi nama salah satu kecamatan di Kabupaten Indramayu.
kandanghaurAlkisah, hampir di ujung selatan Indramayu terdapat sebuah perkampungan yang sangat unik. Di sekelilingnya ditanami bambu (Sunda : haur) ori yang sangat lebat yang menutup rapat lokasi itu, meng-kandang-nya dari dunia luar dengan duri tajamnya. Hanya melalui satu pintu gerbang yang dijaga ketat para penghuni yang terdiri dari para jawara, orang boleh berlalu lalang. Tamu tak diundang sangat dipantang, seorang ksatria pun akan lenyap ditelan bumi bila kedatangannya tidak dikehendaki.
Kehebatan mereka yang diiringi sifat isolasi bukan hanya membuat iri penduduk sekaitarnya tetapi juga juga berulangkali merepotkan para prajurit kulit putih yang selalu bertindak “Atas Nama Ratu” untuk menguasai negeri ini. Berbagai tindakan, mulai jalan damai sampai penyerangan selalu membuahkan kekecewaan. Kandanghaur tidak pernah dapat ditembus sama sekali apalagi tertaklukan. Mereka harus mengakui bahwa kekuatan onak dan duri jauh lebih hebat daripada benteng-benteng beton yang pernah mereka buat.
Sadar bahwa upaya yang dilakukan selalu menemui kegagalan, Belanda memutar otak. Tidak lagi melalui perang senjata ataupun kata-kata tetapi berubah gaya seakan menjadi Santa Claus. Mereka membagi-bagikan kepingan uang emas kepada anak-anak Kandanghaur yang sedang main di luar pagar. Kilau gulden yang semula ditampik para jawara menjadi benda menarik bagi anak-anaknya.
Hal ini terus berlangsung sampai mereka tumbuh dewasa, ketika para orangtua sebagian telah menyerahkan tongkat kekuatan kepada penerusnya. Saat itu mereka sadar bahwa emas bukan sekedar mainan belaka tetapi menjadi sarana untuk mencapai segala yang diinginkan. Tanpa sadar, ketergantungan terhadap uang mulai merasuk dalam jiwa.
Mengetahui hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun mulai menampakkan hasil, prajurit Belanda merancang strategi lanjutan. Gulden bukan lagi dibagi-bagikan dari tangan ke tangan tetapi di-sawer-kan, dilempar jauh menembus onak dan duri pagar bambu. Koin-koin emas berselipan diantara batang bambu yang sangat sulit ditembus manusia.
Wong Londo memang cerdas. Keinginan memiliki gulden membuat penghuni kampung ber-kandang haur ini nekad, dengan menggunakan golok, parang dan wadung. Bambu ori satu-persatu dibereskan. Dilumatkan dengan tanah sampai akhirnya mereka mendapatkan uang emas yang diharapkan. Perkampungan itu lambat laun tidak lagi dikurung bambu, menjadi terbuka dengan dunia luar seperti halnya para penghuni kampung tetangganya.
Pucuk dicinta, ulam tiba, di saat itulah Belanda melampiaskan dendam kesumatnya. Jawara Kandanghaur tidak lagi punya perlindungan kuat, benteng pertahanan telah jebol. Berbagai sisi yang telah terbuka dengan dimanfaatkan penjajah dengan sebaik-baiknya. Kejayaan dan kesatriaan Ki Geden Kandanghaur amblas terkubur nafsu angkara anak-cucunya sendiri.
Sejak itulah mereka berpencar, sebagian tetap di tempat dan yang lain hidup dalam kesuksesan merantau di pinggiran laut bergabung dengan para keturunan Nyi Ageng Parean.
Kandanghaur sendiri sampai sekarang tinggallah sebuah nama besar, yang tidak akan pernah mudah ditemui kecuali oleh mereka masih mau menyempatkan diri untuk menelusuri perkampungan di Desa Sukaslamet.